Jumat, 23 Juli 2010

Kisah Sebuah Keluarga Uruguay ke Afrika Selatan

Kimberley - Sepakbola memang olahraga yang paling membius di seluruh dunia. Sebuah keluarga asal Uruguay menempuh jarak ribuan kilometer mengelilingi dunia dan akhirnya sampai di Afrika Selatan.

Mario Sabah (56 tahun) dulunya adalah seorang pengusaha di bidang kelistrikan. Bersama dua putranya, Ismael (28) dan Matias (25), Mario pada Februari 2007 meninggalkan Montevideo untuk melakukan perjalanan keliling dunia.

Sebagai alat untuk membawa mereka mengelilingi dunia adalah sebuah Citroen Mehari, mobil kecil dengan mesin berkapasitas 600 cc dengan tenaga maksimal 28 PK.

Mario dan kedua anaknya mengelilingi benua Amerika dan Eropa. Hingga suatu ketika, mereka sampai di Istanbul, Turki. Di sana, ketiganya bertemu Diego Lugano, kapten timnas sepakbola Uruguay, sekitar setahun yang lalu.

"Lugano bilang kepada kami bila Uruguay lolos ke Piala Dunia, kami harus berada di sana. Lantas kami membuat janji," kata Matias, yang termuda dari tiga bapak dan anak itu.

Cerita bergulir hingga bulan November 2009. Keluarga Sabah tengah berada di Australia saat Lugano dkk berhasil merebut tiket Piala Dunia 2010 dengan melewati Kosta Rika. Rencana pun berubah.

Citroen Mehari keluarga Sabah lantas dihela menuju Durban, Afrika Selatan, setelah menempuh jarak sekitar 100 ribu KM mengelilingi 41 negara, termasuk Indonesia dan Timor Leste.

Pada Rabu (9/6/2010), Mario, Ismael dan Matias menepati janjinya. Mereka sampai di Kimberley dan bertemu dengan Lugano cs. Sebelum Uruguay berangkat berlatih, ketiganya memeluk para pemain Biancoceleste.

Perjalanan keluarga Sabah mencapai Afsel tidaklah mudah. Seringkali mereka kehabisan uang dan harus mengumpulkan dana dari orang-orang yang bersedia jadi sponsor serta dari warga Uruguay yang mereka temui sepanjang perjalanan.

Maka jadilah mobil mungil mereka dipenuhi dengan berbagai macam stiker, mulai dari sebuah supermarket di Ekuador, dealer mobil Citroen di mana saja, sampai membuat slogan "Satu Keluarga, Satu Mobil, Satu Dunia, Satu Mimpi" nyaris tak terlihat.

"Kami menjual semua yang kami punya untuk mewujudkan mimpi ini. Perjalanan baru dimulai ketika uang mulai menipis. Sebelum itu, perjalanan terasa mudah saja," tukas Mario.

Lantas, bagaimana bisa mereka berganti rencana hingga akhirnya bisa mendarat di Afsel? Ternyata, jawabannya terletak pada rasa cinta mereka pada negara.

"Kami bukanlah pendukung gila bola, tapi kami cinta negara kami. Tim ini adalah bagian dari negara kami dan kami berada di sini untuk mereka. Jika kami bisa mencapai jarak sejauh ini dengan mobil ini, seharusnya Uruguay juga bisa jadi juara dunia," seru Matias yang bersama abang dan ayahnya akan menonton seluruh laga Uruguay, yakni menghadapi Prancis, Afsel dan Meksiko.

Lugano cs pastinya tahu dengan harapan yang disematkan oleh keluarga Sabah dan jutaan pendukung mereka yang lain. Jangan sampai mereka mengecewakan pendukung sesetia Mario, Ismael dan Matias.